AgitProp ( Agitasi dan Propaganda )

TEKNIK AGITASI DAN PROPAGANDA

Pengantar Istilah agitasi, propaganda, dan retorika atau orang sering menyebutnya AGITOP (Agitasi, Orasi dan Propaganda) adalah bagian dari “cara” berkomunikasi. Sebetulnya ada banyak cara berkomunikasi lainya seperti penerangan, jurnalistik, humas, publisitas, pameran, dll. Seperti apa yang menjadi tujuan umum dari komunikasi maka AGITOP ditujukan juga untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku orang lain seperti yang diharapkan oleh komunikator (pengirim pesan). Karena terkait masalah perilaku individu dalam situasi sosial, AGITOP tidak lepas dari masalah psikologi sosial. AGITOP akan menjadi efektif apabila disertai dengan pemahaman atas faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi sikap, maupun perilaku individu maupun kelompok. Faktor internal seperti kepribadian, sistem nilai, motivasi, serta sikap terhadap sesuatu yang ada disekitarnya, sedangkan secara eksternal dipengaruhi oleh sistem nilai yang hidup ditengah masyarakat, kondisi lingkungan alam, tata ruang dan kondisi sosial ekonomi. AGITOP menjadi penting bagi organisasi masyarakat (ormas) maupun partai politik (parpol) hingga perusahaan komersial sekalipun karena menyangkut upaya-upaya untuk mecapai kemenangan maupun mempengaruhi sikap, pendapat maupun perilaku dari pihak-pihak lain baik itu pihak musuh (politik, ideologi, saingan bisnis), pihak netral maupun kawan. Bagi ormas atau Parpol, muara dari AGITOP ditujukan bagi sasaran pencapaian ke arah cita-cita perubahan sosial dari ideologi ormas, atau parpol yang bersangkutan. Seorang Komunikator (agitator, propagandator, ataupun orator) yang baik, setidak-tidaknya harus mengerti unsur-unsur dasar komunikasi. Pakar komunikasi Harold Lasswell (1972) menyebutnya dalam pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ?. (Siapa mengatakan apa melalui apa untuk siapa dan pengaruhnya apa ?). Siapa (Komunikator), mengatakan apa (Pesan), melalui apa (Media), untuk siapa (komunikan/penerima pesan), pengaruhnya apa (efek). Analisa yang mendalam terhadap unsur-unsur komunikasi diatas juga akan turut mempertajam strategi komunikasi bagi sebuah organisasi. Agitasi Dalam makna denotatifnya, agitasi berarti hasutan kepada orang banyak untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan dan lain sebagainya. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh tokoh/aktivis partai politik, ormas dan lain sebagainya dalam sesi pidato maupun tulisan. Dalam praktek, dikarenakan kegiatan agitasi yang cenderung “menghasut” maka seringkali disebut sebagai kegiatan “provokasi” atau sebagai perbuatan untuk membangkitkan kemarahan. Bentuk agitasi sebetulnya bisa dilakukan secara individual maupun dalam basis kelompok (massa). Beberapa perilaku kolektif yang dapat dijadikan sebagai pemicu dalam proses agitasi adalah : 1.Perbedaan kepentingan, seperti misalnya isu SARA (Suku, Agama, Ras). Perbedaan kepentingan ini bisa menjadi titik awal keresahan masyarakat yang dapat dipicu dalam proses agitasi 2.Ketegangan sosial, ketegangan sosial biasanya timbul sebagai pertentangan antar kelompok baik wilayah, antar suku, agama, maupun pertentangan antara pemerintah dengan rakyat. 3.Tumbuh dan menyebarnya keyakinan untuk melakukan aksi, ketika kelompok merasa dirugikan oleh kelompok lainya, memungkinkan timbul dendam kesumat dalam dirinya. Hal ini bisa menimbulkan keyakinan untuk dapat melakukan suatu aksi bersama; Dalam politik, ketiga perilaku kolektif diatas akan menjadi ledakan sosial apabila ada faktor penggerak (provokator)nya.

Misalnya ketidakpuasan rakyat kecil terhadap kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada mereka juga bisa menjadi sebuah alat pemicu yang efektif untuk mendongkel sebuah rezim. Dalam tahap selanjutnya, mobilisasi massa akan terbentuk apabila ledakan sosial yang muncul dapat memancing solidaritas massa. Hingga pada eskalasi tertentu mebisa munculkan kondisi collaps. Dalam proses agitasi pemahaman perilaku massa menjadi penting. Agar agitasi dapat dilakukan secara efektif maka perlu diperhatikan sifat orang-orang dalam kelompok(massa) seperti ; massa yang cenderung tidak rasional, mudah tersugesti, emosional, lebih berani mengambil resiko, tidak bermoral. Kemampuan seorang agitator untuk mengontrol emosi massa menjadi kunci dari keberhasilan proses agitasi massa. Sedangkan pendekatan hubungan interpersonal merupakan kunci sukses dalam agitasi individu. Propaganda Propaganda sendiri berarti penerangan ( paham, pendapat, dsb) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang lain agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Kegiatan propaganda ini banyak dipakai oleh berbagai macam organisasi baik itu orgnisasi massa, parpol, hingga perusahaan yang berorientasi profit sekalipun baik kepada kawan, lawan maupun pihak netral. Propaganda juga merupakan inti dari kegiatan perang urat syaraf (nerve warfare) baik itu berupa perang ideologi, politik, ide, kata-kata, kecerdasan, dll. Kegiatan propaganda menurut bentuknya seringkali digolongkan dalam dua jenis, yaitu propaganda terbuka dan tertutup. Propaganda terbuka ini dilakukan dengan mengungkapkan sumber, kegiatan dan tujuannya secara terbuka. Sebaliknya, propaganda tertutup dilakukan dengan menyembunyikan sumber kegiatan dan tujuannya. Para pakar organisasi menggolongkan 3 (tiga) jenis model propaganda. Menurut William E Daugherty, ada 3 (tiga) jenis propaganda : 1.Propaganda putih (white propaganda ), yaitu propaganda yang diketahui sumbernya secara jelas, atau sering disebut sebagai propaganda terbuka. Misalnya propaganda secara terang-terangan melalui media massa. Biasanya propaganda terbuka ini juga dibalas dengan propaganda dari pihak lainya (counter propaganda). 2.Propaganda Hitam (black propaganda), yaitu propaganda yang menyebutkan sumbernya tapi bukan sumber yang sebenarnya. Sifatnya terselubung sehingga alamat yang dituju sebagai sumbernya tidak jelas. 3.Propaganda abu-abu (gray propaganda), yaitu propaganda yang mengaburkan proses indentifikasi sumbernya. Penerbit Harcourt, Brace and Company menyebarkan publikasi berjudul The Fine Art of Propaganda atau yang sering disebut sebagai the Device of Propaganda (muslihat propaganda) yang terdiri dari 7 (tujuh) jenis propaganda sebagai berikut : 1.Penggunaan nama ejekan, yaitu memberikan nama-nama ejekan kepada suatu ide, kepercayaan, jabatan, kelompok bangsa, ras dll agar khalayak menolak atau mencercanya tanpa mengkaji kebenaranya. 2.Penggunaan kata-kata muluk, yaitu memberikan istilah muluk dengan tujuan agar khalayak menerima dan menyetujuinya tanpa upaya memeriksa kebenaranya. 3.Pengalihan, yaitu dengan menggunakan otoritas atau prestise yang mengandung nilai kehormatan yang dialihkan kepada sesuatu agar khalayak menerimanya. 4.Pengutipan, yaitu dilakukan dengan cara mengutip kata-kata orang terkenal mengenai baik tidaknya suatu ide atau produk, dengan tujuan agar publik mengikutinya. 5.Perendahan diri, yaitu teknik propaganda untuk memikat simpati khalayak dengan meyakinkan bahwa seseorang dan gagasannya itu baik. 6.Pemalsuan, yaitu dilakukan dengan cara menutup-nutupi hal-hal yang faktual atau sesungguhnya dengan mengemukakan bukti-bukti palsu sehingga khalayak terkecoh. 7.Hura-hura, yaitu propaganda dengan melakukan ajakan khalayak secara beramai-ramai menyetujui suatu gagasan atau program dengan terlebih dahulu meyakinkan bahwa yang lainya telah menyetujui. Seperti halnya komunikasi lainya maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan propaganda : 1.Siapa yang dijadikan sasaran propaganda, kawan, lawan, atau pihak netral 2.Media apa yang akan dipergunakan, surat kabar, radio, majalah, televisi, sms, buku, film, pamlet, poster dll. Untuk musuh misalnya melalui desas-desus dan pihak netral dengan negosiasi atau diplomasi 3.Pesan apa yang akan disebarkan 4.Apa yang menjadi tujuan dari propaganda, misalnya ketakutan , kekacauan, ketidakpercayaan dsb.

Retorika Retorika menurut arti katanya adalah ilmu bicara (rhetorica). Menurut Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren adalah seni penggunaan bahasa secara efektif. Namun sebagian besar pakar komunikasi mengartikan retorika tidak hanya menyangkut pidato (public speaking), tapi juga termasuk seni menulis. Menurut A. Hitler hakekat retorika adalah senjata psikis untuk untuk memelihara massa dalam keadaan perbudakan psikis. Retorika sebagai seni berbicara sudah dipelajari sejak abad ke lima sebelum masehi, yaitu sejak kaum Sophis di Yunani mengajarkan pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan utama dalam kemampuan berpidato. Georgias (480-370 SM) sebagai tokoh aliran Sophisme menyatakan kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Namun karena dalam praktek retorika lebih cenderung dimaksudkan untuk memutarbalikan fakta demi kemenangan, maka Plato mendirikan akademia sebagai proses pencarian kebenaran dengan pengembangan thesa dan antithesa. Menurut Plato sendiri retorika bertujuan untuk memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan dalam terutama dalam bidang politik. Menurut Effendy, dengan mencontohkan pada figur Bung Karno, seorang orator politik yang baik setidak-tidaknya harus memiliki tiga prasyarat sebagai berikut : Ethos, kredibilitas sumber. Pathos, menunjukan imbauan emosional. Logos, menunjukan imbauan logis. Menurut teori, setidaknya ada empat bagian dalam pidato : 1.Exordium (kepala), adalah bagian pendahuluan. Fungsinya sebagai pengantar ke arah pokok persoalan yang akan dibahas dan sebagai upaya untuk menyiapkan mental para hadirin. Yang terpenting adalah membangkitkan perhatian. Beberapa cara untuk mengundang perhatian adalah sebagai berikut : Mengemukakan kutipan, mengajukan pertanyaan, menyajikan ilustasi yang spesifik, memberikan fakta yang mengejutkan, menyajikan hal yang mengundang rasa manusiawi, mengetengahkan pengalaman yang ganjil. Tentu dari sekian cara tersebut juga harus disesuaikan dengan latar belakang kebudayaan dan pendidikan. 2.Protesis (Punggung), adalah bagian pokok pembahasan yang ditampilkan dengan terlebih dahulu mengemukakan latar belakangnya. 3.Argumenta (Perut), adalah batang tubuh dari pidato yang merupakan satu kesatuan dengan punggung atau pokok pembahasan. Argumenta adalah alasan yang mendukung hal-hal yang dikemukakanpada bagian protesis. 4.Conclusio( ekor), adalah bagian akhir dari naskah pidato yang merupakan kesimpulan dari uraian keseluruhan sebelumnya. Konklusia adalah merupakan sebuah penegasan , hasil pertimbangan yang mengandung justifikasi si orator. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun conclusio : jangan mengemukankan fakta baru, jangan menggunakan kata-kata mubazir, jangan menampilkan hal-hal yang menimbulkan antiklimaks. Pidato dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan teks dan tanpa teks. Namun semuanya harus tetap dipersiapkan dengan baik. Pepatah tua mengatakan “Qui ascendit sine labore, desendit sine honore” (siapa yang naik tanpa kerja, akan turun tanpa penghormatan”.